Banner Top

(Jakarta – haltebus.com) PT. Mayasari Bakti menjadi operator bus pertama yang memulai persiapan bus listrik di Indonesia. Kerja sama dengan pabrikan bus listrik BYD sudah memasuki tahap pengajuan kontrak ke PT. Transjakarta. “Tahapan kami sudah confirm order ke APM. Dalam hal ini yang sudah siap menyediakan bus (adalah) merek BYD (model) K9,” kata Direktur PT. Mayasari Bakti, Ahmad Zulkifli, kepada haltebus.com, Kamis (5/8/21)

Zukifli menjelaskan, pihaknya sudah memulai pembicaraan sejak beberapa waktu lalu. April 2021, PT. Mayasari Bakti mendaftarkan lelang kontrak sekaligus pengadaan bus untuk PT. Transjakarta. Dalam ketentuan PT. Transjakarta, operator bus yang beroperasi untuk bekerja sama melayani rute-rute Transjakarta harus melalui tahapan lelang e-katalog di Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta. Adapun syarat yang diajukan PT. Transjakarta di antaranya adalah Kerjasama antara operator dan Agen Pemegang Merek dalam kontrak pemeliharaan, dukungan APM dan persyaratan teknis lainnya.

Sejauh ini, bus listrik BYD K9 telah lolos beberapa tes operasional yang diadakan oleh PT. Transjakarta. BUMD milik Pemprov DKI Jakarta ini menargetkan pengoperasian 100 unit bus listrik di tahun 2021. Untuk tahap awal ada 30 unit bus listrik. Menurut Zulkifli, pihaknya mengajukan panawaran lelang untuk pengoperasian 30 unit bus listrik tersebut.

dok. PT. Mayasari Bakti

Ujicoba BYD K9 PT. Transjakarta

Sampai dimana persiapan PT. Mayasari Bakti? “Persiapan-persiapan (sudah dilakukan) dari mulai area pool sampai plan pembangunan infrastrukturnya. Rencananya (bus listrik) kami tempatkan di Pool Mayasari Bakti di Cibubur,” kata Zulkifli menjelaskan.

Dalam kesempatan itu, Zulkifli menjelaskan, sambil menunggu hasil pengumuman lelang, pihaknya berkomunikasi intensif dengan PT. Bakri Autoparts sebagai pemegang merek BYD di Indonesia. Sebagai pengalaman pertama, kata dia, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Tahapan lelang baru pada aspek ketersedian unit bus sesuai spesifikasi yang diinginkan Transjakarta dan legalitas.

Dari sisi teknis, Zulkifli menambahkan, ada persiapan terkait infrastruktur charging station termasuk ketersedian listrik oleh PLN dan harga yang sesuai dengan dokumen yang menjadi salah satu ketentuan dari PT. Transjakarta. Di luar itu, ada pula persiapan perawatan yakni pelatihan pengemudi dan mekaniknya.

Charging port bus listrik BYD K9

Armada bus PT. Mayasari Bakti di Transjakarta

Menurut Zulkifli, PT. Mayasari Bakti menanamkan investasi yang tak sedikit. Untuk satu unit bus listrik, lanjut dia, perusahaan merogoh Rp. 5,1 miliar. Jika dikalikan 30 unit, sedikitnya biaya yang dikeluarkan Rp. 153 miliar. Belum lagi infrastruktur pengisian daya listrik di pool yang diperkirakan menghabiskan dana Rp. 15 miliar. Total investasi mencapai Rp. 168 miliar. “Kami swasta murni. Tetap profit menjadi hal yang harus diprioritaskan. Tanpa (profit) itu (kami) bisa pailit,” kata dia.

Mayasari Bakti memiliki sejarah Panjang di pelayanan bus perkotaan di Jakarta. Sudah lebih dari 50 tahun berdiri. Sudah melayani warga DKI Jakarta bersama lebih dari 10 gubernur. Saat ini pun PT. Mayasari Bakti mengoperasikan tidak kurang dari 439 unit bus di layanan PT. Transjakarta. Selain itu, masih ada pula bus yang melayani sedikitnya 10 rute komuter Transjabodetabek.

BYD charging station/BYD

Charging station/Siemens

Meski memiliki pengalaman dengan berbagai merek bus sejak pertama kali beroperasi, menurut Zulkifli, PT. Mayasari Bakti masih meraba-raba teknis operasional bus listrik. Salah satu di antaranya, ketika bus listrik harus melakukan pengisian daya di tengah jam operasional. “Bus listrik ini kan pakai baterai. Kemampuan baterai berapa jam dan berapa kilo meter? Ini yang sedang jadi diskusi. Misalkan kemampuan bus listrik 200 km, maka di titik mana harus disediakan chargingnya dan mesti berapa Jam ngechargenya. Masih menunggu keputusan. Ini jadi tema diskusi menarik, ada beberapa hal yang menjadi persoalan yang sedang dibahas seluruh steakholder mulai pemerintah, APM dan pabrikan,” ujar Zulkifli.

Sementara itu, Direktur Teknik & Fasilitas PT. Transjakarta Yoga Adiwinarto dalam kesempatan terpisah mengungkapkan, pihaknya harus mempertimbangkan betul masalah infrastruktur pengisian daya listrik ini. Mereka tidak ingin, kesalahan pengambilan keputusan bisa merugikan berbagai pihak, mengingat investasi untuk operasional bus lisrtik secara keseluruhan tidak murah. Dia membuka kesempatan berbagai pihak untuk ikut berpartisipasi mendukung PT. Transjakarta.

Infrastruktur charging Siemens

Roof charging station/ABB

“Soal infrastruktur ini sangat menjadi perhatian kami. Kami harus mempertimbangkan kesiapan infrastruktur. Yang bagaimana yang cocok di pool overnight charging. Apakah pantograph bisa dipilih. Untuk di rute koridor mungkin tidak masalah, tapi bagaimana di rute non BRT, ini harus kami perhatikan,” kata Yoga menjelaskan.

Tahun 2021, menurut Yoga, menjadi tahun dimulainya e-project di PT. Transjakarta. Mereka terpaksa mengundur waktu karena situasi pandemi yang tidak memungkinkan. Di tahun ini, infrastruktur listrik yang dibutuhkan juga sudah dipersiapkan sedari awal, sebelum bus listrik benar-benar siap beroperasi. Kendala teknis yang utama, kata dia, perkembangan teknologi yang cepat membuat mereka juga harus berpacu dengan waktu. Tahun 2023, Tranjakarta berencana mengujicoba operasional bus sedang dan mikro-trans bermotor listrik. Di tahun yang sama set up infratsruktur listrik juga dipersiapkan.

Pantograph charging station/ABB

Rencana elektrifikasi Transjakarta

Yoga menyatakan, PT. Transjakarta sudah menetapkan pada tahun 2025, mereka sudah mewajibkan operator berpindah ke kendaraan listrik ketika melakukan peremajaan. Kebijakan itu sesuai dengan target pemerintah DKI Jakarta, yang menerapkan kendaraan bebas emisi di Jakarta. Di saat itu, PT. Transjakarta memproyeksikan 10.051 armadanya adalah kendaraan listrik. (naskah : mai/foto : dok. haltebus.com/ABB/Siemens)

Banner Content

Related Article